Jumat, 07 April 2017

karya ilmiah Ibrahim Asmoroqondi



KARYA ILMIAH
Karya Ilmiah ini DisusununtukMemenuhiSyaratMengikuti
Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2016/2017
JUDUL:
MENELUSURI JEJAK PERJALANAN HIDUP PUNJER WALISONGO DITUBAN SYEKH IBROHIM ASMOROQONDI DAN KAROMAH YANG DIMILIKI
 






                                                                                                  


Disusun Oleh: Miftakhul Munir
Kelas: XII A
YAYASANPONDOK PESANTREN AL-ISHLAH
MADRASAH ALIYAH
SUKADAMAI KEC.NATAR KAB.LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
PENGESAHAN

Nama                           : MIFTAKHUL MUNIR
NISN                          :9992025946
Kelas                           : XII A
JudulkaryaIlmiah        :Menelusuri Jejak Perjalanan Hidup Punjer Walisongo :  Dituban Syekh Ibrohim Asmorokondi dan Karomah Yang :Dimiliki
            Karyailmiahinitelahdisetujuidandisyahkanpada :
Hari/Tanggal               :
Waktu                         :
Tempat                        : Gedung MA Al Ishlah
Tim Pengesahan :
1.      KetuaPelaksana           : WasisAmininS.Pd.I                          (....................) 

2.      Pembimbing                : Ky. M. Abdul Adib, M.Pd.I             (....................)
Mengetahui,
Kepala Madrasah AliyahAl Ishlah


Ky. M. Abdul Adib, M.Pd.I


Motto
4ô`tBŸ@ÏJtã$[sÎ=»|¹`ÏiB@Ÿ2sŒ÷rr&4Ós\Ré&uqèdurÖ`ÏB÷sãB¼çm¨ZtÍósãZn=sùZo4quymZpt6ÍhŠsÛ(óOßg¨YtƒÌôfuZs9urNèdtô_r&Ç`|¡ômr'Î/$tB(#qçR$Ÿ2tbqè=yJ÷ètƒÇÒÐÈ
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S An-Nahl: 97)

Membatu orang lain, selagi kita mampu
(Miftakhul Munir)














PERSEMBAHAN

Karyailmiahinikupersembahkan kepada:
v  Orangtuatercintayang telahmembesarkandanmendidiksertamendo’akan demi keberhasilanputranya.
v  Ky. M.AbdulAdib, M.Pd.ISelakuPembimbingdan Kepala Madrasah Aliyah di YayasanPondokPesantrenAl-IshlahSukadamaiNatarKabupaten Lampung Selatan, yang telahmendidikdanmembimbing, danmemberikansemangatdalammenyelesaikankaryatulisini. Serta untaian rasa syukuratasbarokahdo’abeliau.
v  Almamaterku, Madrasah Aliyah Al-IshlahSukadamai.
v  Dewan Guru MA Al-Ishlah yang telahmendidikdanmemberikan. Semangatbelajar, kritikandanmotivasi demi sebuahkesuksesan.
v  Semuateman-temanku di PondokPesantren Al-IshlahSukadamai yang telahmembantudanmemberikansemangat demi terwujudnyaKaryatulisini.




Penyusun,


Miftakhul Munir



KATA PENGANTAR
Denganmemanjatkansegalapujidansyukurkepadatuhan yang mahaEsa yang telahmemberikantaufikdanhidayahsertainayah-Nyakepadapenulis, sehinggapenulispadaakhirnyadapatmenyelesaikanmakalahsesuaidenganwaktu yang di rencanakan.
            Karya ilmiah yang berjudul “menelusuri jejak perjalanan hidup punjer Walisongo Dituban Syekh Ibrohim Asmoroqondi dan karomah yang dimiliki” ini, disusununtukmemenuhipersyaratanmengikutiUjianNasional TP.2016/2017.Penulismenyadari, bahwakarya ilmiah inimasihjauhdarikesempurnaan, halinidisebabkankarenaketerbatasankemampuandanpengetahuan yang penulismiliki.
            Olehkarenaitu, setiap saran dantegurandarisegenappembacaakanpenulisterimadengansepenuhhati, yang semata-matauntukupayaperbaikan di waktu-waktu yang akandatang. Namunwajarkiranya, kalaupenulisberharapagarmakalahinidapatbermanfaat, khususbagipenulissendiridanpembacapadaumumnya.Selama proses penyusunankarya ilmiah ini, penulistelahbanyaksekalimendapatbantuandariberbagaipihak, makadalamkesempataninipenulisinginmenyampaikanucapanterimakasihkepadaBapak/Ibudewan guru, yang telahmengajardanmembimbingpenulisdenganbaik. TidaklupapenulisinginmengungkapkankebahagiaandansekaligusucapanTerimakasih yang teramatdalamkepada orang tua, keluarga yang senantiasaberdo’abagikelancaranpenulisdalammenyelesaikanpendidikan di MA Al-IshlahSukadamaiini. Sekalilagipenulisberharap, semogamakalahinidapatmemberikanmanfaatbagikitasemua, Amin.

Sukadamai, 20 Maret 2017
Penyusun,


Miftakhul Munir

DAFTAR ISI
HalamanJudul..................................................................................................... i
HalamanPengesahan........................................................................................... ii
Motto.................................................................................................................. iii
Persembahan....................................................................................................... iv
Kata Pengantar.................................................................................................... v
Daftar Isi............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakangMasalah..........................................................................1
B.     RumusanPembahasan.............................................................................2
C.     TujuanKegiatan......................................................................................2
D.    ManfaatKegiatan....................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORITIS
A.    PengertianZiarah.....................................................................................3
B.     Sejarah Walisongo...................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN
A.    Silsilah SyekhIbrahimAsmoroqondi.....................................................5
B.     Kedatangan SyekhIbrahimAsmoroqondi..............................................6
C.     Keadaan makam SyekhIbrahimAsmoroqondi......................................7
D.    Sejarah Syekh Ibrahim Asmoroqondi.....................................................8
E.     Karomah Syekh Ibrahim Asmoroqondi..................................................10
BAB IV PENUTUP
A.    Simpulan................................................................................................. 13
B.     Saran....................................................................................................... 13
DAFTARPUSTAKA.........................................................................................14
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................15


aBAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ibrahim Asmoroqondi yang merupakan keturunan ke 9 nabi Muhammad SAW.Sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa, nama wali songo mungkin sudah tak asing di telinga masyarakat. Namun tahukah anda siapa ulama besar yang menjadi cikal bakal keberadaan para wali tersebut. Dia adalah ayah Sunan Ampel, yaitu Syeh Malana Ibrahim Asmoro Qondi yang merupakan keturunan ke 9 nabi Muhammad SAW.
Makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi terletak di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.Masjid dan makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi hingga kini masih berdiri tegak dengan relief dan hiasan kaligrafi berusia ratusan tahun.Sejumlah peninggalan bersejarah seperti petilasan, gapura, dan cungkup makam masih kokoh berdiri sebagaimana aslinya.
Sementara makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi terletak di sebelah barat masjid.Dari sekian banyak peninggalan, hanya bangunan masjid Asmoro Qondhi yang sudah mengalami renovasi, namun tidak mengurangi bentuk aslinya. Semacam jendela, pintu dan langit-langit masjid yang dipenuhi lafadz arab berbentuk kaligrafi ukir kayu jati kuno. Konon, masjid ini merupakan suatu tempat yang mustajabah.
Di samping kiri masjid terdapat sebuah sumur yang airnya diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.Selain sumur juga terdapat benda bersejarah seperti bedug, mimbar dan umpak.   
Benda-benda kuno bernilai sejarah ini merupakan eninggalan asli Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi yang makamnya terletak di bagian barat masjid. Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi merupakan ayah Sunan Ampel  salah satu anggota Majelis Wali Songo.
Konsep ajaran Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi salah satunya dapat ditelisik di pintu gerbang masjid.Di tempat itu terpampang tulisan, sabar, nerima, ngalah, loman, akas dan temen, yang memiliki makna mendalam bagi kehidupan umat manusia di muka bumi.
Menurut Badrun, juru kunci makam, dalam catatan sejarah para ulama, salaf Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi merupakan wali tertua atau punjer para wali di tanah Jawa. Beliau dikenal  sebagai pelopor para wali di tanah Jawa. Dari silsilahnya Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondi masih merupakan keturunan ke 9 nabi Muhammad SAW, dari garis keturunan putri Sayyidah Fatimah dengan Sayidina Ali R.A.

B.     Rumusan Pembahasan
1.      Bagaimana silsilah Syekh Ibrahim Asmoroqondi?
2.      Bagaimana kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi?
3.      Bagaimana keadaan makam SyekhIbrahimAsmoroqondi?
4.      Bagaimana sejarah Syekh Ibrahim Asmoroqondi?
5.      Bagaimana karomah Syekh Ibrahim Asmoroqondi?

C.       Tujuan Kegiatan
1.      Memahami bagaimana silsilah Syekh Ibrahim Asmoroqondi.
2.      Memahamibagaimanakedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi.
3.      Memahamikeadaan makam SyekhIbrahimAsmoroqondi
4.      Memahamisejarah Syekh Ibrahim Asmoroqondi.
5.      Memahami karomah Syekh Ibrahim Asmoroqondi.

D.        Manfaat Kegiatan
Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi penulis dan pembaca baik murid, pendidik dan masyarakat untuk mengetahui sejarah perkembangan Islam di Pulau Jawa memalui para wali songo khususnya Syekh Ibrahim Asmoroqondi.



BAB II
 LANDASAN TEORITIS
            
A.    Pengertian Ziarah
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral yang penting.Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat yang suci dan penting bagikeyakinan dan iman yang bersangkutan.Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman atau menyucikan diri.Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.[1]
Ziarah kubur adalah mengunjungi makam keluarga, kerabat, ataupun makam para ulama yang telah berjasa bagi perkembangan agama Islam.Ada yang melaksanakannya setiap hari jumat, adapula menjelang hari Raya Idul Fitri, dan ada juga pada bulan-bulan tertentu saat perayaan hari besar. Hukum ziarah kubur adalah sunnah, artinya, barang siapa yang melakukannya akan mendapat pahala bagi yang meninggalkannya pun tidak berdosa.
Sabda Rasulullah SAW :
“Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian ke kuburan, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat.” (HR.Muslim)
Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul wahab ziarah kubur ada 3 macam. Yaitu,
1.      Ziarah yang syar’i. Dan ini yang di syariatkan dalam Isam. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi.
a.       Tidak melakukan safar dalam rangka ziarah. Seperti sabda Rasulullah SAW. “ Janganlah kalian bepergian jauh melakukan safar kecuali ke tiga masjid. Masjidku ini, Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.      Tidak mengucapkan ucapan batil.
c.       Tidak mengkhususkan waktu tertentu, karena tidak ada dalilnya.
2.      Ziarah Bid’ah. Ialah ziarah yang tidak memenuhi salah satu syarat diatas atau lebih.
3.      Ziarah Syirik. Pelaku ziarah ini mengsekutukan Allah, dengan berdo’a meminta rizki pada makam si mayit yang di kunjungi, meminta keberkahan dan kesehatan pada si mayit dan berlebihan dalam memperlakukan makam si mayit.[2]

B.     Sejarah Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisong.Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Walisongo atau WaliSonga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17.Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain
Wali Songo terdiri dari sembilan wali; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kali Jaga.
Perkataan wali sendiri berasal dari bahasa Arab.Wala atau waliya yang berarti qaraba yaitu dekat, yang berperan melanjutkan misi kenabian (Nasution, 1992; Saksono, 1995.Dalam Al-Qur’an istilah ini dipakai dengan pengertian kerabat, teman atau pelindung. Al-Qur’an menjelaskan:“Allah pelindung (waliyu) orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir, pelidung-pelindung (auliya) mereka ialah syetan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”(QS. Al-Baqarah: 257).
















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Silsilah Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Syekh Ibrahim Asmoroqondi atau Syekh Ibrahim as-Samarqandi yang dikenal sebagai ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), makamnya terletak di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14.Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro.Sebutan itu mengikuti pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan as-Samarqandi, yang kemudian berubah menjadi Asmoroqondi. Menurut Babad Cerbon, Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah putera Syekh Karnen dan berasal dari negeri Tulen. Jika sumber data Babad Cerbon ini otentik, berarti Syekh Ibrahim as-Samarqandi bukan penduduk asli Samarkand, melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke Samarkand, karena negeri Tulen yang dimaksud menunjuk pada nama wilayah Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur Laut Kaspia yang masuk wilayah Kazakhstan, tepatnya dia arah barat Laut Samarkand.
Dalam sejumlah kajian historiografi Jawa, tokoh Syekh Ibrahim Asmoroqondi acapkali disamakan dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim sehingga menimbulkan kerumitan dalam menelaah kisah hidup dan asal-usul beserta silsilah keluarganya, yang sering berujung pada penafian keberadaan Syekh Ibrahim Asmoroqondi sebagai tokoh sejarah. Padahal, situs makam dan gapura serta mihrab masjid yang berada dalam lindungan dinas purbakala menunjuk lokasi dan era yang beda dengan situs makam Maulana Malik Ibrahim.
Menurut Babad Ngampeldenta, Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang dikenal dengan sebutan Syekh Molana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di Gunung Sukasari.Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan berhasil mengislamkan Raja Champa dan diambil menantu.Dari isteri puteri Raja Champa tersebut, Syekh Ibrahim Asmoroqondi memiliki putera bernama Raden Rahmat. Di dalam Babad Risakipun Majapahit dan Serat Walisana Babadipun Parawali, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan datang ke Champa untuk berdakwah dan berhasil mengislamkan raja serta menikahi puteri raja tersebut. Syekh Ibrahim Asmoroqondi juga dikisahkan merupakan ayah dari Raden Rahmat (Sunan Ampel).

B.     Kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Di dalam naskah Nagarakretabhumi, Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan nama Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi lain, dalam naskah Nagarakretabhumi, tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Babad Tanah Jawi, Babad Risakipun Majapahit, dan Babad Cerbon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmoro beserta semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut. Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel Babad Tanah Jawi, Babad Risakipun Majapahit, dan Babad Cerbon menuturkan bahwa sewaktu Ibrahim Asmoro datang ke Champa, Raja Champa belum memeluk Islam. Ibrahim Asmoro tinggal di Gunung Sukasari dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk Champa.Raja Champa murka dan memerintahkan untuk membunuh Ibrahim Asmara beserta semua orang yang sudah memeluk agama Islam. Namun, usaha raja itu gagal, karena ia keburu meninggal sebelum berhasil menumpas Ibrahim Asmoro dan orang-orang Champa yang memeluk agama Islam. Bahkan, Ibrahim Asmoro kemudian menikahi Dewi Candrawulan, puteri Raja Champa tersebut.Dari pernikahan itulah lahir Ali Murtolo (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah yang kelak menjadi Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putera dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asmoroqondi singgah dulu ke Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar.Setelah berhasil mengislamkan AdipatiPalembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya.Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta putera dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).
Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoroqondi di Gesik dewasa itu dapat dipahami sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam.Mengingat Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit.Itu sebabnya Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam kepada penduduk sekitar. Sebuah kitab tulisan tangan yang dikenal di kalangan pesantren dengan namaUsui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoroqondi. Itu berarti, sambil berdakwah menyiarkan agama Islam, Syekh Ibrahim Asmoroqondi juga menyusun sebuah kitab.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik.Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikabarkan meninggal dunia.Beliau dimakamkan di Gesik tak jauh dari pantai.Karena dianggap penyebar Islam pertama di Gesik dan juga ayah dari tokoh Sunan Ampel, makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikeramatkan masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik. Dikisahkan bahwa sepeninggal Syekh Ibrahim Asmoroqondi, putera-puteranya Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke ibukota Majapahit untuk menemui bibi mereka Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke ibukota Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kutaraja Majapahit.

C.    Keadaan Makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Masuk ke dalam lokasi pemakaman, terdapat banyak makam di sana. Sebagian adalah makam keluarga dan sahabat Maulana Ibrahim.“Ada istri dan sahabat tapi kalau melihat nisannya lancip itu sahabat, kalau perempuan nisannya kan lurus,” terang Agus, sang penjaga makam.
Namun, dari banyak makam yang ada di sana, tentu makam Maulana Ibrahim Asmoro Qondi yang paling berbeda. Selain karena bangunan cungkupnya yang besar, juga tak pernah sepi dari peziarah yang kebanyakan duduk di dekat areal makam.Para peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah.
Setiap hari ramai peziarah, tapi biasanya yang paling ramai malam Jumat Wage,ungkap Agus. Di dalam kompleks makam Maulana Ibrahim juga terdapat sebuah masjid, yang terletak di sebelah timur makam.Saat kami masuk ke dalamnya, terdapat empat soko besar yang menjadi penopang kuat bangunan masjid.Yang, unik di dalam masjid juga terdapat banyak burung yang terbang dengan bebas.
Menurut Ali Usman, salah satu juru makam yang lain, masjid yang ada di kompleks makam tersebut dibangun sebelum makam. “Karena masjid ini yang mendirikan Maulana Ibrahim, sedangkan makam mulai ada sejak Maulana Ibrahim meninggal,” terang Bapak yang mengaku sudah 20 tahun menjadi juru makam.

D.    Sejarah Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Maulana Ibrahim Samarqandi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Asmoro Qondi ini merupakan salah satu ulama penyebar Islam pada masa generasi awal.Samarkand adalah daerah di Asia Tengah.Maulana Ibrahim datang diperkirakan pada abad ke 14 M.
Ulama lain yang datang ke Timur pada tahun 1400-an adalah : Syeikh Ahmad Jumadil Kubro (wafat di Mojokerto jawa Timur), Syeikh Muhammad Al Maghribi dari Maroko (wafat di Klaten Jawa Tengah), Syeikh Malik Israil (wafat di Cilegon), Syeikh Hasanuddin dan Aliyuddin (wafat di Banten), Syeikh Subakir dari Persia dan Syeikh Maulana Malik Ibrahim (dimakamkan di Gresik).
Menurut keterangan pada papan silsilah, susunan Sayid Muhahmmad Alaidrus, yang dipajang di dekat makam, tertulis bahwa Ibrahim Asmoro Qondi adalah putra dari Sayyid Jamaludin Al Chusain atau Sayyid Jumadil Kubro (Leluhur Walisongo) bin Ahmad Jalaludin yang nasabnya ke atas sampai ke Nabi Muhammad saw. Dia menjadi penyebar Islam di daerah Tuban dan sekitarnya bersama dengan adiknya, Sayyid Abdullah Asyari atau Sunan Bejagung.

E.     Karomah Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Syekh Ibrahim Asmaraqandi atau Syekh Ibrahim as-Samarkandy atau Syekh Ibrahim al-Hadhrami bernama lahir Sayyid Ibrahim al-Ghozi, diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap as-Samarkandy, hingga akhirnya berubah menjadi Asmarakandi. Selain itu di kalangan masyarakat Jawa, beliau juga dikenal dengan nama Raja Pandhita, Sayyid Haji Mustakim, Makdum Brahim Asmara, Maulana Ibrahim Asmara atau Imam dari Asmara. Menurut versi Arab, Syekh Ibrahim Asmarakandi adalah seorang ulama besar dari Samarkand, daerah sekitar Bukhara di Uzbekistan kini.Sebuah daerah yang sejak dahulu dikenal sebagai daerah berpenduduk Islam yang taat dan juga para ulamanya yang juga termasyhur. Pada saat yang hampir bersamaan dengan dikirimnya Syamsuddin al-Wali ke Turki, seorang ulama lain dari Bukhara bernama Syekh Jamaluddin Akbar al-Husain mengirimkan anaknya Sayyid Ibrahim al-Ghozi untuk berdakwah ke wilayah timur. Dengan berpandukan kepada ilham yang diterima oleh ayahnya, Sayyid Ibrahim al-Ghozi pergi menuju ke Asia Tenggara.Beliau menjumpai ternyata penduduk timur (Asia Tenggara) masih menganut agama selain Islam. Beliau sadar bahwa bukan di zamannya lah Islam akan gemilang dan bangkit di timur seperti yang dimaksudkan dalam hadist Nabi, dan peran beliau hanyalah sebatas meng-Islamkan wilayah timur. Mula-mula beliau tiba dan kemudian bermukim di Campa (sekarang Kamboja) selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Di sana , beliau berdakwah kepada masyarakat dan juga Raja Campa hingga kemudian bersedia masuk Islam. Beliau bahkan kemudian menikahi Dewi Candha Wulan, putri Raja Campa tersebut, hingga kemudian menghasilkan dua orang anak, yaitu Raden Ahmad Ali Murtadho (Raden Santri) dan Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel).
Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M, Sayyid Ibrahim al-Ghozi yang kemudian bergelar Syekh, hijrah ke Pulau Jawa bersama keluarganya. Sebelum ke Jawa, pada tahun 1440, mereka singgah dulu di Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang waktu itu, Arya Damar. Setelah tiga tahun di Palembang dan berhasil meng-Islamkan Adipati Arya Damar (yang kemudian berganti nama menjadi Abdullah) dan keluarganya, barulah kemudian mereka melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di kota bandar Tuban, tempat mereka berdakwah beberapa lama, sampai akhirnya Syekh Ibrahim al-Ghozi yang kemudian dikenal sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan wafat. Beliau kemudian dimakamkan di Desa Gesikharjo, Palang, Tuban, Jawa Timur pada sekitar tahun 1444 M. Oleh karena itu, beliau juga kemudian dikenal sebagai Sunan Nggesik. Sisa rombongan, yang terdiri dari Raden Rahmat, Raden Santri, Raden Burereh serta beberapa kerabat lainnya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke Trowulan, ibukota Majapahit, untuk menemui bibi mereka Dewi Andarawati yang telah menikah dengan Raja Majapahit pada waktu itu, Prabu Brawijaya.



















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Syekh Ibrahim Asmoroqondi atau Syekh Ibrahim as-Samarqandi yang dikenal sebagai ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), makamnya terletak di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14.
Menurut urutan kronologi waktu, Syekh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putera dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asmoroqondi singgah dulu ke Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar.Setelah berhasilmengislamkan AdipatiPalembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya.Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta putera dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).

B.     Saran
Dari uraian materi diatas yang kami buat, penulis menyadari bahwa didalamnya terdapat banyak kesalahan ataupun kekeliruan didalam kami menyusunnya, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi untuk kebaikan kita bersama.



DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Greg, Barton, Biografi Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2003
http://www.kompas.com.sejarah gus dur/2015/06/06/09:30
Santoso, Listiyono, Teologi Politik K.H. Abdurrahman Wahid, Yogyakarta : Ar-Ruzz, 1999
Sumartana, Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Interfidie, 2001
Umaruddin, Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Wahid, Abdurrhman, Mengurai Hubungan Agama Dan Negara,Jakarta : PT. Grasindo,  1999
Zainal, Thoha, Kenyelenehan Gus Dur Gugatan Kaum Muda NU dan TantanganKebudayaan, Yogyakarta: Gama Media, 2001
















LAMPIRAN-LAMPIRAN


1.      Lampiran Gambar
 


 

2.      Foto dokumentasi











DAFTAR RIWAYAT HIDUP

            Miftakhul munir dilahirkan ditulung mas pada tanggal 05 juni 2000, saya menempuh pendidikan dasar di SD N1 Ditulung Mas, yang lulus pada tahun 2011, kemudian saya lanjut kejenjang pendidikan sekolah lanjut di MTs Al-Ishlah, Sukadamai, Natar, Lampung Selatan yang lulus pada tahun 2014, setelah itu saya lanjut di sekolah menengah atas MA Al-Ishlah Sukadamai, Natar, Lampung Selatan sekarang ini.
            Saya anak pertama dari 2 bersaudara, ayah saya bernama Muhasyim, dan ibu saya yang bernamaHaniatum Masruroh. sekarang saya tinggal disukadamai tepatnya Dipondok Pesantren Al-Ishlah sejak tahun 2011, disini saya menimba ilmu pendidikan agama, selain dipendidikan formal juga di pondok pesantren
Pengalaman saya, pernah menjadi peserta pramuka di Ma’arif Sekampung, selain itu juga saya mengikuti pencak silat Pagar Nusa. Suka dan duka saya rasakan disini karena saya dapat merasakan segala manis dan pahit bersama teman-teman semua.















[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Ziarah
[2] http://www.solusiislam.com/2013/04/cara-ziarah-kubur-yang-benar-dan-syari.html

1 komentar: